ngeNet yang menghasilkan Uang

lowongan kerja di rumah

Sabtu, 08 Oktober 2011

wisata goa - Goa Pindol Wonosari Jogjakarta








Goa Pindul terletak di Desa Beji, kecamatan Karang mojo, Kabupaten Gunungkidul, kira-kira 10 km dari kota Wonosari (ibukota Gunungkidul), perjalanan dari Yogya ditempuh sekitar 1,5 jam. Pengelolaan wisata ini diserahkan kepada penduduk desa setempat, tarifnya cukup murah yaitu Rp 30.000,- untuk menyusuri Goa Pindul (+ Goa Gelatik) dan Rp 75.000,- untuk menyusuri Goa dan sungai Oyo. Tarif ini sudah termasuk untuk Pemandu (setiap 2-3 orang dengan 1 pemandu), Ban, alat pelampung, sepatu, helm, Bakso, Teh/Teh Rasela serta Degan (kelapa Hijau).

Sampai ditempat tujuan kami mendapatkan pengarahan serta perlengkapan keselamatan seperti Helm, Pelampung dan Helm (termasuk ban), setelah berdoa bersama selanjutnya berjalan menuju sungai yang lokasinya sekitar 100 meter.

Sampai ditempat tujuan kami mendapatkan pengarahan serta perlengkapan keselamatan seperti Helm, Pelampung dan Helm (termasuk ban), setelah berdoa bersama selanjutnya berjalan menuju sungai yang lokasinya sekitar 100 meter.



Didalam goa terdapat stalagmit besar yang masuk kedalam air, disamping itu juga ada stalagtit seperti lingga dimana menurut pemandu untuk kaum pria yang bisa memegang dapat lebih perkasa sedangkan untuk putri ada stalagtit mutiara dimana untuk wanita diharapkan dapat cuci muka dengan tetesan airnya agar awet muda dan tambah cantik (maaf foto tidak kami tampilkan…………biar penasaran). Ada lagi stalagmit tirai, mungkin karena bentuknya seperti tirai (menurut saya bentuknya kayak jamur).


Goa Pindul benar-benar menarik……….Wonderfull



Pantai Sepanjang - wonosari Gunung Kidul Yogyakarta

Suasana alami itulah yang menjadikan Pantai Sepanjang lebih dari Pantai Kuta. Sepanjang tidak menawarkan hal-hal klise seperti beach cafe dan cottage mewah, tetapi sebuah kedekatan dengan alam. Buktinya, anda akan tetap bisa menggeledah karang-karang untuk menemukan berbagai jenis kerang-kerangan (Mollusca) dan bintang laut (Echinodermata). Anda juga tetap bisa menemukan limpet di batuan sekitar pantai dan mencerabut rumput laut yang tertanam. Tentu dengan berhati-hati agar tak tertancap duri landak laut. Jelas kan, Anda tak akan menemuinya di Pantai Kuta?

Kebudayaan masyarakat pantai juga masih sangat kental. Tak ada bangunan permanen di pinggir pantai, hanya beberapa gubug yang ditinggali oleh masyarakat setempat. Masih di pinggir pantai, terdapat ladang yang digunakan penduduk untuk menanam kedelai. Pantai yang landai dan langsung diterpa ombak menyebabkan tak ada penduduk yang melaut. Bila melihat ke belakang, akan tampak dua buah bukit yang bagian lerengnya digunakan penduduk setempat untuk menanam jagung sebagai sumber makanan pokok. Tanah di puncak bukit tersebut telah dibeli oleh investor untuk dibangun sebuah villa yang harapannya bisa digunakan sebagai penginapan wisatawan.

Sepanjang juga memiliki situs bersejarah, yaitu Banyusepuh. "Banyu" berarti air dan "sepuh" berarti basuh atau membasuh. Sesuai namanya, tempat yang tadinya berupa mata air ini digunakan untuk membasuh atau memandikan. Penggunanya konon adalah para wali yang biasanya membasuh pusakanya. Situs ini tak akan diketahui keberadaannya bila tak bertanya ke penduduk setempat. Sayang sekarang kondisi situs ini hanya tinggal kubangan kering yang ditumbuhi tanaman liar.

Capek berkeliling, maka istirahatlah. Gubug-gubug yang berada di pinggir pantai biasanya digunakan penduduk untuk menjual makanan dan minuman yang sekiranya cukup untuk melepas lapar dan dahaga. Disediakan pula lincak (tempat duduk yang disusun dari bambu) untuk tempat ngobrol dan menikmati semilirnya angin pantai. Betapa sejuknya berteduh di bawah gubug. Kalau senja tiba, tengoklah ke barat untuk menyaksikan kepergian matahari. Walau kini belum ada villa, namun penduduk setempat cukup terbuka bila ada yang menginap.

Soal oleh-oleh jika pulang, pengunjung tak perlu berpusing-pusing mencari. Bukankah oleh-oleh tak harus selalu berbentuk makanan? Beberapa penduduk yang tinggal beberapa kilometer dari pantai sudah membuat kerajinan tangan berbahan dasar cangkang kerang-kerangan yang kemudian dipasarkan oleh penduduk pantai. Meski tak sekomersil di Malaysia, kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk cukup bervariasi. Ada kreasi berbentuk kereta kencana, orang-orangan, barong, jepitan, ataupun yang hanya sekedar dikeringkan dan dipendam di dalam pasir. Beberapa di antaranya dilukis sederhana menggunakan cat. Harganya pun tak mahal, cuma Rp 5.000 per biji.

Harga kerajinan yang murah tak berarti bernilai rendah. Kerajinan berbahan dasar Mollusca sebenarnya memiliki nilai historis yang besar. Jika pernah membaca buku ataupun artikel tentang Conchology, Anda akan mengetahui bahwa kerajinan tersebut adalah bentuk kebudayaan maha tinggi yang berkembang di masyarakat pesisir. Orang-orang Hawaii di Amerika Serikat, Kepulauan Melanesia, atapun Maori di Selandia Baru mengembangkan kerajinan serupa. Mereka merangkai cangkang kerang-kerangan menjadi kalung, rok, ikat pinggang, hingga memahat dan melukisnya menjadi seni rupa maha dahsyat.

Apabila uang di dompet sedang mepet, pengunjung dapat mengkoleksi cangkang yang ada di pinggiran pantai. Benda kecil ini dapat menjadi hadiah menarik bila diproses lebih lanjut. Ambil beberapa buah cangkang yang masih utuh kemudian masukkan dalam kantong plastik. Sesampainya di rumah, belilah tembakau atau mint dan campurkan dengan alkohol 90%. Setelah direndam sehari semalam, ambil cangkang dan gosok perlahan. Langkah itu akan menghilangkan lapisan kapur pada cangkang sehingga yang tinggal hanya lapisan tengahnya saja (lapisan prismatik). Gosokan akan membuat warna cangkang lebih cemerlang.

Nah, sangat menarik bukan berwisata di tempat Sepanjang? Jadi, tunggu apa lagi? Anda tinggal melaju dengan sepeda motor atau menginjak pedal gas mobil Anda. Tak usah menggubris naik turunnya medan ataupun jalan bebatuan menuju pantai ini sebab keindahan alam dan budaya yang akan dinikmati jauh lebih dari pengorbanan Anda.

Candi Cetho...Karang anyar SOLO

Masih di Jalur Tawangmangu-Sarangan, terdapat candi selain Candi Sukuh yang bernama Candi Cetho. Candi Cetho lokasinya tidak jauh dari Candi Sukuh, namun untuk menuju ke lokasi harus melewati perkebunan teh Kemuning yang terdapat di kaki gunung Lawu. Perjalanan melalui tanjakan tajam yang tidak jauh beda saat menuju ke Candi Sukuh.

Candi Cetho terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, pada ketinggian 1.400m di atas permukaan laut. Merupakan candi hindu peninggalan masa akhir pemerintahan Majapahit (abad ke-15).

Di depan gapura kita mendapati sepasang arca penjaga. Memasuki gapura, kami mendapati candi ini terdapat sembilan tingkatan berundak. Sebenarnya Candi Cetho memiliki tigabelas tingkatan berundak, namun hanya sembilan tingkatan berundak yang dipugar. Di teras kedua kami mendapat informasi bahwa halaman ini merupakan tempat petilasan Ki Ageng Krincingwesi, leluhur dusun Cetho.

Pada teras ketiga terdapat susunan batu yang membentuk kura-kura raksasa yang konon sebagai lambang Majapahit. Didepan kepala kura-kura terdapat simbol phallus (alat kelamin laki-laki) sepanjang 2 meter dilengkapi dengan hiasan tindik (piercing) bertipe ampallang. Kura-kura adalah lambang penciptaan alam semesta sedangkan penis merupakan simbol penciptaan manusia. darii suryasengkala berangka tahun 1373 Saka, atau 1451 masehi.

Di teras selanjutnya terdapat relief batu yang bercerita mengenai Sudhamala, hampir sama seperti relief yang terdapat di Candi Sukuh. Di setiap teras terdapat dua pendapa yang mengapit jalan menuju ke bangunan utama.

Di teras ketujuh terdapat sepasang arca. Di sisi utara merupakan arca Sabdapalon dan di selatan arca Nayagenggong, dua tokoh setengah mitos (banyak yang menganggap sebetulnya keduanya adalah satu orang) yang diyakini sebagai abdi dan penasehat spiritual Sang Prabu Brawijaya V.

Sebelum memasuki teras tertinggi terdapat jalan tembus ke arah kiri menuju ke Candi Kethek dan Puri Saraswati. Namun kami terus berjalan menapaki tangga batu ke arah teras tertinggi. Akhirnya kami sampai di teras tertinggi yang terdapat bangunan utama. Di teras ini terdapat beberapa pendapa yang terbuat dari kayu. Pendapa ini masih digunakan untuk beribadah bagi umat Hindu dan orang-orang yang beraliran Kejawen.

Bagunan utama Candi Cetho hampir mirip dengan gapura masuk Candi Sukuh dengan bagian depan berbentuk trapesium. Konon tempat ini memiliki mitos yang sama dengan Candi Sukuh yaitu untuk menguji keperawanan seorang gadis. Ada yang ingin membuktikannya?

=== Lokasi

Candi Cetho, Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar.

== Tiket Masuk

Rp 6.000,-/orang